, ,

AMJI-RI Kawal Kasus Pengancaman Wartawan, Desak Polres Lutim Gunakan UU Pers

oleh -76 Dilihat

Palopo – AMJI-RI Kawal Kasus Pengancaman Wartawan, Desak Polres Lutim Gunakan UU Pers. Aliansi Media Jurnalis Independen Republik Indonesia (AMJI-RI) melalui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Luwu Timur resmi melayangkan surat ke Kapolres Luwu Timur pada Rabu, 9 Oktober 2025.

Surat tersebut berisi permintaan peninjauan pasal hukum terhadap kasus dugaan pengancaman dan penghalangan tugas jurnalistik yang dialami wartawan Muliadi dan rekannya saat meliput aktivitas pertambangan di kawasan Sungai Kalaena, Luwu Timur.

Ketua AMJI Luwu Timur, Jayus P Sagenea kepada Palopo Pos melalui rilis menegaskan, kasus ini harus diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan semata menggunakan pasal umum dalam KUHP.

“Kami menilai penerapan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan terhadap pelaku belum mencerminkan beratnya perbuatan yang dilakukan. Ada unsur ancaman terhadap kerja jurnalistik, dan kuat dugaan pelaku juga terlibat dalam aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup,” ujar Jayus.

Ia menambahkan, berdasarkan fakta di lapangan, tindakan pelaku tidak hanya bersifat intimidatif tetapi juga mengancam keselamatan wartawan yang tengah bertugas di wilayah tambang ilegal yang merusak struktur tanah dan aliran Sungai Kalaena.

“Kerusakan itu berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, terutama para petani yang bergantung pada sumber air sungai tersebut,” tegasnya.

AMJI RI menilai, kriminalisasi wartawan dengan pasal umum merupakan bentuk kemunduran penegakan hukum dan bertentangan dengan semangat perlindungan profesi pers sebagaimana diatur dalam UU Pers. Oleh karena itu, AMJI mendesak penyidik untuk menerapkan pasal berlapis, termasuk Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers, agar memberikan efek jera dan kepastian hukum bagi jurnalis di lapangan.

Sementara itu, dalam sidang lanjutan pengujian materiil UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK), Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Fifi Aleyda Yahya, menegaskan pentingnya batasan hukum dalam konteks pemberitaan untuk mencegah kriminalisasi wartawan.

Baca Juga : Bank Mandiri ‘Handel’ Koperasi Merah Putih Lutra

AMJI-RI Kawal Kasus Pengancaman
AMJI-RI Kawal Kasus Pengancaman

Fifi merujuk pada Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang mempertahankan frasa “tanpa hak” dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai upaya melindungi kegiatan jurnalistik dan akademik yang sah secara hukum.

Menurutnya, sistem hukum yang berlaku telah menyediakan mekanisme perlindungan dan pengawasan bagi profesi wartawan tanpa mengekang kebebasan pers.

“Ketentuan Pasal 8 UU Pers tidak bersifat multitafsir. Justru, melalui norma terbuka dan sinergi antar-lembaga, wartawan memperoleh hak atas perlindungan diri, kehormatan, dan martabat dalam menjalankan profesinya,” jelas Fifi. Kasus ini menjadi perhatian serius AMJI-RI karena berkaitan langsung dengan upaya perlindungan kerja jurnalistik dan penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.